Muara Bungo, bungotoday.com – Para pengusaha di bidang transportasi udara menyambut baik kehadiran UU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker). Hal ini tak lepas dari berbagai kemudahan yang didapat para pelaku bisnis maskapai melalui beleid tersebut.
Ketua Indonesia National Air Carrier Association (INACA), Denon B. Prawiraatmadja, menjelaskan adanya sejumlah perubahan dari aturan sebelumnya yang berdampak langsung pada bisnis penerbangan.
“Hal yang perlu sama-sama kita ketahui bahwa tujuan utama dari Omnibus Law ini adalah penyederhanaan birokrasi di dalam industri penerbangan,” ujarnya di sela acara Golden Anniversary INACA, Kamis (15/10/2020) malam.
Penyederhanaan yang dimaksud adalah mengenai penghapusan sejumlah poin dari aturan sebelumnya, yakni di UU Nomor 1 tahun 2009. Dalam aturan lama, menurutnya banyak sekali aturan-aturan yang terlalu teknis tapi diatur dalam undang-undang.
“Oleh karena itu saya melihat di dalam Omnibus Law ini banyak sekali aturan-aturan yang sangat teknis diubah dalam undang-undang dan masuk ke dalam peraturan pemerintah atau peraturan menteri,” bebernya
Dia memberikan contoh, misalnya dalam Pasal 16 UU tentang sertifikasi pesawat. Disebutkan bahwa pesawat yang masuk ke Indonesia harus mempunyai sertifikasi kelaikan dari negara manufaktur, yang tadinya diatur dalam undang-undang, sekarang ini dipindahkan menjadi peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah.
“Kemudian Pasal 42 tentang kepemilikan AOC, persyaratan teknis yang harus dilakukan operator dalam memiliki izin AOC yang tadinya diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2009 sekarang ini diatur oleh pemerintah,” kata Denon.
“Jadi sekarang hal-hal yang sifatnya sangat teknis sekarang saya lihat di dalam Omnibus Law diatur dalam peraturan pemerintah. Diharapkan aturan-aturan ini menjadi sangat adaptif terhadap situasi yang diperlukan dalam satu masa,” lanjutnya.
Selain itu, dia juga buka suara mengenai Pasal 118 tentang kepemilikan pesawat minimal. Di dalam pasal 118 tertulis di dalamnya kepemilikan pesawat minimal 5 dan kemudian dikuasai 5, sehingga total 10 pesawat minimal.
“Yang dicantumkan di dalam Omnibus Law sebetulnya aturan baru yang nanti ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan klasifikasi tertentu,” ungkapnya.
Dia pun menggarisbawahi bahwa tujuannya adanya perubahan ini adalah membuat satu aturan yang adaptif terhadap situasi dan lokasi. Hal inilah, kata Denon, yang menurut pemerintah dibutuhkan untuk melakukan kegiatan penerbangan di daerah tertentu seperti area Timur Indonesia.
“Di dalam Omnibus Law saya pikir banyak pasal-pasal yang secara birokrasi sudah disederhanakan. Kami berharap di dalam Omnibus Law ini selain maskapai meningkatkan kompetensi, tapi juga sebagai PSO menghadirkan public service transportasi dapat mendukung perekonomian nasional,” kata Denon.
Ia juga berharap Omnibus Law ini memberikan nafas segar bagi para pelaku industri, karena memberikan penyederhanaan birokrasi yang sifatnya adaptif. (cnbc)