Oleh: Musri Nauli.
Membicarakan Desa Karang Mendapo dalam perjalanan politik Al Haris (roadshow) di Sarolangun tidak dapat dipisahkan dari Marga Simpang Tigo Pauh. Ada juga menyebutkan Marga Pauh atau Marga Simpang Tigo.
Marga Simpang Tiga yang berpusat di Pauh kurang dikenal didalam document maupun literature. Nama Marga Simpang Tiga kemudian tenggelam dan lebih dikenal sebagai Pauh.
Simpang Tiga dengan artinya sama juga dikenal di Marga Pangkalan Jambu. Marga Pangkalan Jambu mengenal Simpang tiga dengan istilah “Tiga jalur’. Menunjukkan 3 orang Rio yang menguasai Marga Pangkalan Jambu. Yaitu Rio Niti, Rio Gumalo dan Rio Menang.
Pauh berdasarkan cerita “merantaunya dari hulu Pauh. Suatu tempat kemudian terdapat Batang bamboo. Diikatnya perahu dibatang Bambu kemudian disebut Pauh.
Disebut sebagai Simpang tiga disebabkan adanya Simpang tiga yang menuju ke Marga Air Hitam, menuju ke Jambi dan Menuju ke Sarolangun.
Marga Simpang Tiga terdiri dari Dusun-dusun seperti Pauh, Batu Ampar, Karang Mendapo, Pangindaran, Batu Kucing, Kasang Melintang, Pangkal Bulian, Samaran, Lubuk Napal, Sepintun, Lamban Sigatal. Kepala Dusun disebut Depati.
Keseluruhan Dusun-dusun yang termasuk kedalam Marga Simpang Tiga kemudian menjadi Desa yang termasuk kedalam Kecamatan Pauh.
Ditengah tutur ditengah masyarakat, Dusun Karang Mendapo berasal dari sepasang suami istri dari daerah Aik Amo-Padang yang merantau ke Jambi.
Khabar ini akhirnya sampai ketelinga Rajo Jambi, kemudian Rajo Jambi mengunjungi sepasang suami istri ini. Kemudian Rajo Jambi berkata; ”kalau bigitu, dimana kamu minta tanah untuk tempat bermukim dan berladang”. Lalu sepasang suami istri ini diajak untuk menyusuri aliran sungai tembesi.
Sesampainya di Batu Napal yang melebar ke sungai tembesi, sepasang suami istri ini meminta kepada Raja Jambi untuk menetap disitu, dan Raja Jambi menyetujuinya. Keesokan harinya, mereka bajalan ke Ujung Tanjung.
Desa Karang Mendapo adalah Desa disatukannya beberapa dusun. Dusun yang disatukan tersebut adalah Dusun Karang Mendapo, Dusun Muaro Danau dan Dusun Teluk Gedang
Ada keunikan tentang struktur social di Marga Simpang Tiga. Menurut masyarakat, mereka berikrar sebagai “Marga” bukan batin. Marga merupakan masyarakat pembarap (pendatang) sehingga diberi pemimpin dusun diberi gelar “depati.
Di Bungo, antara Depati atau Rio adalah jabatan yang sama. Rio menunjukkan asal pemimpin Dusun sebagai putra asli. Sedangkan Depati dianggap orang “Semendo”.
Keterangan ini kemudian didukung oleh Elsbeth Locher Sholten sebagaimana dikutip dari “memorie van Overgave, V.E. Korn, 1936. Keterangan ini dapat dilihat Djambi, Tideman hanya menyebutkan “Rio atau Depati adalah Kepala Pemerintahan setingkat dusun”.
Penulis merupakan Direktur Media Publikasi dan Opini Tim Pemenangan Al Haris-Sani.